Kerajaan Kutai (Kutai Martadipura)
Sekitar 400 tahun Masehi di Kalimantan Timur sudah terdapat sebuah kerajaan yang bernama Kutai Martadipura yang merupakan Kerajaan Hindu tertua. Kerajaan ini terletak di Muara Kaman, yaitu sebuah tempat di pedalaman Kalimantan yang berjarak ±133 km dari Kota Samarinda. Keberadaan kerajaan tersebut dibuktikan dengan ditemukannya prasasti-prasasti Yupa (batu bertulis dalam huruf pallawa) sebanyak 4 (empat) buah yang menerangkan adanya sebuah peradaban bercorak Hindu-Budha di awal-awal milenium pertama.
Kerajaan Kutai mungkin tidak akan terkenal seperti sekarang, jika tidak ada temuan yang cukup penting bagi rekonstruksi sejarah perjalanan anak bangsa.Raja pertama dan yang paling terkenal dari Kerajaan Kutai Martadipura adalah Raja Mulawarman Nala Dewa. Kenaikan tahta dari Mulawarman dibuktikan dengan pemberian 20.000 ekor sapi kepada brahmana yang mentasbihkan Mulawarman sebagai raja. Namun, informasi lebih lanjut tentang Mulawarman sampai sekarang masih menjadi misteri. Baru pada abad ke-13, informasi tentang raja–raja Kutai mulai terungkap dari Naskah Salasilah Kutai yang memuat kronologi raja–raja Kutai Martadipura, sejak Raja Kudungga hingga raja ke-25 yaitu Setiaguna Dermasetia.
Nama-nama maharaja Kerajaan Kutai Martadipura:
- Kudungga
- Aqwawarman
- Mulawarman Naladewa
- Seri Warman
- Maha Wijaya Warman
- Gaja Yana warman
- Wiajaya Tungga Warman
- Nala Singa Warman
- Jaya Naga Warman
- Nala Perana Warman Dewa
- Gadingga Warman Dewa
- Indra Warman Dewa
- Sanga Warman Dewa
- Singa Wargala Warman Dewa
- Cendra Warman
- Prabu Kula Tunggal Dewa
- Nala Indra Dewa
- Indra Mulia Warman Tungga
- Sri Langka Dewa
- Guna Perana Tungga
- Wijaya Warman & Puteri Indra Perwati Dewi
- Indra Mulia
- Sri Aji Dewa
- Setiaguna
- Dermasetia
Sumber : Sayid Muchsin ( 2005 )
Kutai Kertanegara
Selanjutnya pada abad ke-14 di Muara Sungai Mahakam, tepatnya di jahitan layar, berdirilah sebuah kerajaan yang bernama Kutai Kertanagara. Raja pertama Kerajaan Kutai Kertanagara adalah Adji Betara Agung Dewa Sakti, dan mempunyai permaisuri yang bernama Puteri Karang Melenu. Pada masa ini, Islam telah muncul sebagai kekuatan politik di Kalimantan Timur, dan masuk ke Kutai Kertanegara pada masa raja Adji Mahkota pada tahun 1525 M, dan bergelar Adji Mahkota Mulia Islam.
Masuk dan berkembangnya Islam di Kutai tidak terlepas dari jasa dua ulama / mubaligh kenamaan yang bernama Syekh Abdul Qodir Khatib Tunggal yang bergelar Datuk Ri Bandang dan Datuk Ri Tiro yang bergelar Tuanku Tunggang Parangan. Dalam beberapa buku sejarah dikatakan bahwa Datuk Ri Bandang adalah seorang ulama terkenal dari yang berasal Minangkabau yang diutus oleh Sultan Aceh untuk menyebarkan agama Islam ke Nusantara Timur pada awal abad ke-17.
Kutai Kertanegara Ing Martadipura
Pada sekitar abad ke-17 semasa pemerintahan dipegang oleh Adji Pangeran Sinum Panji Mendapa, beliau berhasil menaklukkan Kerajaan Kutai ing Martadipura yang berada di Muara Kaman yang saat itu diperintah oleh Raja Dermasetia. Selanjutnya kedua kerajaan tersebut menyatu dan menjadi Kerajaan Kutai Kertanegara Ing Martadipura hingga saat ini.
Raja dan Sultan yang memerintah Kerajaan Kutai Kertanegara Ing Martadipura adalah:
- Adji Betara Agung Dewa Sakti ( 1300 -1325 M )
- Adji Betara Agung Paduka Nira 9 1325 - 1360 )
- Adji Maharaja Sultan ( 1370 - 1420 M)
- Adji Raja Mandarsyah ( 1420 - 1475 M
- Adji Pangeran Temenggung Baya-Baya ( 1475 - 1525 M )
- Adji Raja Makota Mulia Islam (Mulai memeluk Islam, 1525 - 1600 M )
- Adji Dilanggar ( 1600 - 1605 M )
- Adji Pangeran Sinum Panji Mendapa ( 1605 - 1635 M )
- Adji Pangeran Dipati Agung ( 1635 - 1650 M )
- Adji Pangeran Mojo Kesuma ( 1050 - 1685 M )
- Adji Ragi gelar Adji Ratu Agung ( Raja perempuan, 1686 - 1700 M )
- Adji Pangeran Dipati Tua ( 1700 - 1730 M )
- Adji Pangeran Dipati Anum Panji Mendapa ( 1730 - 1732 M )
- Sultan Adji Muchammad Idris ( 1732 - 1739 M )
- Sultan Adji Muchammad Muslihuddin ( 1739 - 1982 M )
- Sultan Adji Muchammad Salehuddin ( 1782 - 1750 M )
- Sultan Adji Muchammad Sulaiman ( 1850 - 1899 M )
- Sultan Adji Muchammad Alimuddin ( 1899 - 1910 M )
- Sultan Adji Muchammad Parikesit ( 1920 - 1972 M )
- Sultan Adji Muhammad Salehuddin II ( 1999 s/d sekarang )
Sumber : (Harry Bachroel, 2002)
Daerah Istimewa Kutai
Dalam zaman kemerdekaan Republik Indonesia (± 8 tahun), Kesultanan Kutai Kertanegara masih tetap menjalankan pemerintahan karena dimungkinkan berdasarkan pasal 18 UU No.22 Tahun 1948. Berdasarkan UU Darurat No. 3 Tahun 1953, Kesultanan Kutai berubah menjadi Daerah Istimewa Kutai.
Berdasarkan UU No.27 Tahun 1959, Daerah Istimewa Kutai berubah menjadi Daerah Tingkat II Kutai (dan Kota Praja Balikpapan serta Kota Praja Samarinda). Dalam perjalannya pelaksanaan UU ini baru berjalan pada tahun 1960 setelah dilakukannya Sidang Istimewa DPRD Daerah Istimewa Kutai pada hari Kamis tanggal 20 Januari 1960. Pengaruh Kesultanan baru terasa pudar setelah ditahannya Sultan dan kerabatnya oleh Brigjen Suharyo (Pangdam IX Mulawarman) tahun 1965, sewaktu Partai Komunis Indonesia berkuasa.
Sebelum adanya pemekaran wilayah, kabupaten ini masih bernama Kabupaten Kutai dengan luas wilayahnya mencapai ±95.046,00 km², dan memiliki 38 kecamatan dan 482 desa/kelurahan.
Berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 47 tahun 1999 Kabupaten Kutai dimekarkan menjadi 3 (tiga) daerah kabupaten dan 1 (satu) kota, yaitu:
- Kabupaten Kutai Kartanegara
- Kabupaten Kutai Timur
- Kabupaten Kutai Barat
- Kota Bontang
|