Bos 222

Bekantan S Hitam

Tabang

Museum Mulawarmanr

Taman Gubangss

Beluluh

Pulau Kumala

Bukit Bangkiray Baruss

Ladayass

Kaltim Park

Statistik

Hit hari ini : 98
Total Hits : 1,872,635
Pengunjung Hari Ini : 88
Pengunjung Online : 1
Total pengunjung : 531,866

Flag Counter

Home Berita dan Artikel

Berita dan Artikel

 Beluluh Sultan


 Ada Prosesi Adat Beluluh yang dapat di saksikan masyarakat umum di teras atau di depat Keraton Kesultanan Kutai, Beluluh ini dilaksanakan setiap sore harinya, dan dilkasnakan langsung oleh Sultan Kutai. Beluluh biasanya dilaksanakan pada permulaan sebelum Erau yang dilakukan setiap sore hari selama Erau berlangsung Upacara Ritual Beluluh sendiri terdiri dari Beluluh Sultan, Beluluh Aji Begorok, dan Beluluh Aji Rangga Titi.

 Upacara diawali oleh Sultan / Raja / Putra Mahkota duduk sejenak di tilam Kasturi kemudian bangkit menuju Balai atau tempat duduk mirip kursi setinggi tiga tingkat yang dibuat dari bambu kuning bertiang 41 buah yang berada diatas tambak karang melalui Molo / guci kuningan yang berhias bunga / mayang kelapa dan mayang pinang yang terdapat di sebelah kiri dan kananan. Sesampainya di depan balai Sultan menaiki balai dan duduk di tingkat ketiga persis di bawah hiasan daun beringin dan di belakangnya terdapat Balai Persembahan, sedangkan sebelah kiri dan kanan di pagari oleh Pangkon Dalam 7 bini dan 7 laki dan belian serta di setiap sudut terdapat Penduduk.

 Demong mengatur dewa laki melaksanakan Memang dan Dewa Bini menghidupkan prapen. Sultan di tutupi Kirab Tuhing diatas kepala di bawah daun beringin oleh dua orang pembantu di sebelah kanan dan dua orang di sebelah kiri. Kirab Tuhing di balik sebanyak tiga kali dan di jatuhkan beras kuning kebelakang. Sejenak kemudian Dewa Laki dan Dewa Bini bangkit dari duduknya dan berdiri menghadap Sultan untuk memberi Tepong Tawar dengan air cindera mata dan air kembang di bagian telapak tangan kanan, kiri, lutut,kanan dan kiri dan betis kanan dan kiri dan di sekakan kemuka.

 Setelah itu baru turun dari balai untuk di sapukan mencari salah seorang petinggi setempat guna melaksanakan Ketikai Lepas, Sultan berdoa bersama sambil beristirahat, pembantu dewa bergeser berjalan duduk sambil membawa air bunga dalam wadah untuk tepong tawar sekalian yang hadir dan dalam prosesi ini di ruangan di mainkan musik gamelan salaseh atau marandowo


 Pesta Adat Erau Resmi Dibuka 0leh Sultan Kutai Kartanegara


 Pesta Adat Erau telah dibuka secara resmi oleh Sultan Kutai Kartanegara Ing Martadipura H. Adji Muhammad Arifin dengan di iringi dentuman keras yang berada di depan Museum Mulawarman Tenggarong sebagai tanda pembukaan Erau 2019. Acara yang di awali dengan prosesi mendirikan Ayu, lalu berlanjut di teras keraton Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura yang di hadir seluruh Pejabat baik dari Pemprov dan Pemkab, serta Kerabat Kesultanan.

 Ketua Panitia Erau, Awang Yakoub Luthman menyampaikan terima kasih telah dikembalikan marwah Erau pada Kesultanan Kutai, bahkan pelaksananya diserahkan kepada pihak kesultanan di mana selama bertahun-tahun menjadi bagian yang tak terpisahkan dengan Pemkab Kukar. "Seiring perkembangan konsep wisata destinasi Indonesia yang telah bertransformasi dari Erau dengan cara konservatif menjadi Erau yang lebih progresif dengan menampilkan budaya kemasan internasional adalah bukan hal yang salah dan kami tetap menjunjung tinggi dan mengapresiasi langkah Pemkab untuk hal tersebut,". Beliau juga menyampaikan terima kasih atas bantuan dari Pemprov dan Pemkab, termasuk bupati, sekda dan perangkat OPD yang memberikan dukungan penuh atas terselenggaranya Erau Kesultanan Kutai 2019 dengan tema Eroh Berpijak Awal, Kerabat Tirakat, Kampung Tirakat, Rakyat Tirakat, Berharkat Beberkat. Ini menandakan adanya kepedulian terhadap adat dan erau ini adalah pesta rakyat.

Bupati Kukar Drs. Edi Damansyah. MSi. mengatakan, Pesta Adat Erau ini masuk dalam kalender nasional dan menjadi ajang terpopuler yang sudah ditetapkan Kementerian Pariwisata. Menurut beliau ini kali pertama Erau dipisahkan dengan Tenggarong International Folk Art Festival (TIFAF) berkaitan dengan pelaksanaan Hari Jadi Kota Tenggarong. "Tahun ini atas kesepakatan kami bersama Yang Mulia Sultan dan kerabat sehingga pelaksanaan Erau ini kita pisah. Ini untuk menjaga tradisi dan eksistensi Kesultanan Kutai, kita memberikan dukungan sehingga tradisi adat budaya di tanah Kutai bisa kita jaga dengan baik.

 Berlanjut dengan penyampaian Gubernur Kaltim Dr. Ir. H. Isran Noor, M.Si. menyampaikan, Erau itu sangat penting sebagai upaya bagaimana melestarikan adat istiadat budaya yang ada di Kutai Kartanegara, Kaltim."Semua adat budaya di Indonesia sangat penting kalau mereka merayakan dan mengembangkan budaya itu. Terkait dipisahnya Pesta Adat Erau dengan Festival Seni Internasional, beliau mengatakan ini jadi bahan pertimbangan supaya nilai sakral dari tradisi leluhur tetap terjaga. Penyelenggaraan Erau Adat Kesultanan Kutai Kartanegara merupakan peristiwa sakral yang harus tetap dijaga untuk melestarikan adat istiadat dan budaya sekaligus menjadi momentum untuk menyukseskan tahun kunjungan wisata Kaltim tahun 2019. “Orang Kutai sejak dulu tidak pernah menolak kedatangan budaya dari seluruh nusantara. Semuanya diterima dengan lapang dada. Dan itu budaya Kutai. Oleh sebabnya, Kaltim khususnya Kutai Kartanegara menjadi penyumbang dan kontributor persatuan dan kesatuan bangsa.

 Terakhir Acara juga dirangkai dengan menyalakan 7 buah brong/obor yang dilakukan oleh pejabat daerah di Kaltim yakni Gubernur Kaltim H. Isran Noor, Bupati Kukar Edi Damansyah, Walikota Samarinda H. Syaharie Ja’ang, Wakil Walikota Samarinda HM Barkati, Bupati Kutim Ismunandar serta pejabat lainnya.

 Prosesi Mendirikan Tiang Ayu


 Pihak Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura memulai secara resmi pelaksanaan Erau dengan ritual adat mendirikan Ayu, yang berlangsung di Keraton atau Museum Mulawarman Tenggarong, pada pagi hari. Acara ini di Hadiri Gubernur Kaltim, serta Seluruh Kerabat Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura. Erau pun di mulai dengan upacara adat Mendirikan Ayu, Sedangkan “Ayu” adalah sebuah tiang yang berbentuk tombak dan terbuat dari kayu ulin yang biasa disebut dengan nama “Sangkoh Piatu”. “Sangkoh Piatu” merupakan senjata Raja Kutai Pertama Aji Batara Agung Dewa Sakti yang pada batangnya diikatkan Tali Juwita  yang menyimbolkan berbagai lapisan pada masyarakat dan Cinde yang menyimbolkan keluarga Sultan Kutai.






 “Mendirikan Ayu” merupakan sebuah simbolisasi dari upaya untuk mencari atau mendirikan kerahayuan (keselamatan atau ketentraman). Upacara adat “Mendirikan Ayu” dimulai dengan menyiapkan peralatan upacara, yaitu sebidang Jalik yang dihamparkan dan diatasnya  dihiasi Tambak Karang bermotif naga biasa dan naga kurap, serta seluang mas berwarna-warni. Pada Tambak Karang ini terdapat  empat ekor naga yang masing-masing menghadap ke empat sudut luar dan di bagian tengah bermotif taman, sedangkan bagian lainnya terisi dengan seluang mas. Empat kepala naga yang menghadap ke sudut luar masing – masing bertaringkan “Pisang Ambon”, dengan  mulut terbuka sedang menggigit “Kemala” yang disimbulkan dengan sebutir telur ayam kampong serta terdapat lilin besar, lilin kecil, peduduk, piring sebagai alas baju salinan dan jambak dari daun kelapa muda (Janur). 


 Di atas Tambak Karang dihamparkan  kasur berwarna kuning dan di atas kasur kuning ini dihamparkan kain kuning motif merah yang disebut Tapak Liman. dan di atas Tapak Liman ini diletakan Gong Raden Galuh yang dibungkus kain kuning berdekatan dengan Batu tija’an. Di atas Gong Raden Galuh inilah berdiri Sangkoh Piatu atau “Tiang Ayu”. Pada Bagian bawah belakang tersedia Perapen (Persepan) yang dilengkapi dengan lampu tembok, suman dan tepung tawar. Sebelah kanan  Tiang ayu terdapat Balai / Tiang persembahan yang berisi satu buah peduduk dan pakaian persalinan sultan dan jabangan mayang nyiur, sedangkan sebelah kiri terdapat jabangan mayang pinang dan guci / molo tertutup berisi Air Kutai Lama. Dewa Belian menempatkan diri di sisi kiri dan kanan Tambak karang duduk bersila. Lapisan kiri kanan untuk undangan, kerabat dan di bagian belakang sisi kanan keluar di isi oleh Pangkon Dalam dan Pemukul Gamelan, sedangkan sisi kiri keluar di isi juga oleh Pangkon Dalam. Para pejabat / petinggi dan Putra Sultan duduk bersila di bagian depan dan di tengah-tengah terdapat Kursi Sultan. Prosesi  “Mendirikan Ayu”, perapen dinyalakan dengan aroma wangi dan alunan suara gamelan di dengarkan sambil menunggu sultan di tempat acara. Sultan dengan mengenakan pakaian kebesaran menuju Tiang Ayu, para hadirin semua berdiri memberi penghormatan dan kehidmatan. Dewa belian melakukan Sawai dan Tiang Ayu didirikan. Setelah itu, hadirin duduk kembali dan sultan duduk di kursi  singgasana yang telah disediakan.






 Prosesi Adat Ngatur Dahar


 Telah berlangsung Ritual yang dinamakan upacara mengatur dahar yang dilakukan oleh kerabat kesultanan Kutai  Kartanegara sebelum pesta Erau di mulai. Upacara ini pada intinya adalah menyajikan makanan ringan berupa jajanan terdiri 41 jenis, hal ini bertujuan selain sebagai ungkapan rasa syukur  kepada Tuhan yang maha esa juga  mengajak  tokoh warga dan tokoh alam gaib agar selama Erau berlangsung  tidak sungkan untuk  menikmati hidangan setiap hari yang disajikan Sultan dan kerabatnya  di Keraton.


 Upacara ini juga bisa dilakukan di luar Erau terutama untuk  mengawali  hajatan   yang skalanya lebih besar seperti pesta kemeriahan perkawinan raja atau putra mahkota Dalam pelaksanaan Erau Adat Kutai upacara mengatur dahar ini  digelar  di ruang pertemuan keluarga Keraton Sultan Tenggarong pada Sabtu malam (7/9)  sebelum Erau dimulai. Dalam pelaksanaan   dilakukan setelah makan malam dengan menyajikan  sejumlah kue khas daerah. Seperti wajik  warna-warni,  pais, lempar dan lemang, ada pula Buah - buahan seperti pisang juga disajikan, bahkan bahan makanan masih mentah seperti biji kacang hijau dan  pipilan jagung yang sudah dipecahpun disajikan. 


 Tersedia pula ikan gabus   dan ayam panggang namun sayur  dan nasi tidak tampak di hidangkan pada upacara ini. Pawang upacara Mengatur Dahar mengatakan  upacara ini masih tetap dilestarikan karena banyak segi positif ketimbang aspek negatifnya. Sebab  semua mahluk tuhan   pasti senang dan suka  jika    menikmati hidangan.


 Terlebih yang menyajikan adalah Sultan dan kerbatnya. Dengan suasana senang dan suka cita tentu akan berbuah rasa damai dan tenteram. Upacara ini juga bisa dilakukan di luar Erau terutama untuk mengawali hajatan yang skalanya lebih besar seperti pesta kemeriahan perkawinan raja atau putra mahkota

 Acara Adat Merangin


 Dalam Prosesi Adat Erau terdapat didalamnya Ritual Merangin yang digelar tiga (3) malam berturut-turut setiap malamnya sebelum acara Erau dimulai dan juga dilaksanakan dalam pelaksanaan Erau setiap malam kecuali malam Jum`at. 



 Upacara adat Merangin ini dimulai sejak pukul 20.00 wita dipusatkan dilapangan parkiran Keraton Kesultanan Kutai Kartanegara (Museum Mulawarman). Bangunan tersebut terbuat dari kayu beratapkan daun nipah yang terletak disamping Keraton Kesultanan Kutai Kartanegara (Museum Mulawarman) dengan melibatkan tujuh (7) orang Belian (sebutan untuk laki-laki ahli mantra dalam bahasa Kutai) dan tujuh (7) orang Dewa (sebutan untuk Perempuan).



 Acara Merangin ini adalah ritual pendahuluan yang wajib dilaksanakan menjelang Erau, tujuannya adalah mengundang mahluk goib untuk ikut serta dalam kemeriahan Erau. Ritual Merangin malam pertama ini, gunanya untuk memberitahukan mahluk goib yang berada dilangit bahwa sebentar lagi Erau akan dilaksanakan.



 Upacara adat Merangin ini diawali dengan pembacaan "Memang"(mantra) oleh salah satu dari tujuh (7) Belian Laki yang mengelilingi Binyawan yang terletak ditengah bangunan. Sementara pimpinan Dewa ikut dalam lingkaran tersebut membakar kemenyan tampak sesekali menghamburkan beras kuning. Binyawan adalah alat utama dalam ritual Merangin berbentuk tiang tersebut dari bambu, dan dibalut janur kuning yang disusun dari bawah hingga keatas sebanyak tujuh (7) tingkat. Dibagian atas Binyawan terdapat replika kura-kura yang juga dibuat dari kayu. Peralatan lainnya yaitu disisi pinggiran Keraton Belian terdapat dua ayunan yang terbuat dari kayu dengan rotan sebagai penggantungnya. Salah satu ayunan diukir dengan ornamen Buaya yang disebut Romba, sedangkan satu ayunan lagi disebut Ayun Dewa. Bunyi tetabuhan gendang dan gong berirama terus menerus mengalun mengiringi ritual itu menambah suasana magis semakin terasa dalam upacara adat itu. Apalagi ketika tujuh (7) orang Belian mulai berputar mengelilingi Binyawan yang terletak ditengah bangunan. Ketika para Belian terus berlari keliling sambil sambil memegangi batang Binyawan, tiang Binyawan itu pun ikut berputar. Para Belian tampak sesekali menaiki Romba yang berputar makin lama semakin cepat. Sementara itu, para Dewa yang terdiri dari tujuh (7) orang wanita sesekali melemparkan beras kuning kearah para Belian yang terus berputar mengelilingi Romba dengan cepat. Upacara adat Merangin diakhiri dengan tarian Dewa Bini yang juga ikut mengelilingi Romba namun berbeda dengan para Belian, tarian Dewa ini dibawakan secara lemah gemulai, yang merupakan rangkaian dari ritual adat Menjamu Benua yang telah dilakukan pada siang harinya, dengan tujuan memberitahukan kepada mahluk goib lainnya bahwa acara Erau akan digelar.


 Menjamu Kepala Benua, Tengah Benua, Dan Buntut Benua


 Empat hari menjelang dilaksanakannya Erau, Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura telah menggelar ritual "Menjamu Benua" di beberapa titik di kota Tenggarong. Menjamu Benua dilakukan untuk memohon keselamatan selama Erau berlangsung, baik keselamatan Sultan, kerabat, masyarakat Kutai Kartanegara dan wisatawan yang berkunjung ke Tenggarong.



 Upacara Menjamu Benua memiliki makna memberi makan kepada para gaib yang mendiami wilayah Kutai Kartanegara. Sekaligus untuk memohon kepada Tuhan yang Maha Esa agar supaya sultan dan kerabatnya diberikan keselamatan, demikian juga masyarakat Kutai Kartanegara atau orang yang berkunjung ke Tenggarong". "Ritual ini untuk memberikan makan gaib yang tinggal di Odah Etam ini, Sekaligus memberitahukan kepada gaib tersebut bahwa erau akan dilaksanakan".



 Sebelum ritual Menjamu Benua dimulai, para pelaksana yang terdiri dari 7 orang Belian (ahli mantra laki) dan 9 orang Dewa (ahli mantra perempuan) berangkat dari depan keraton diiringi penabuh gamelan dan gendang serta perlengkapan persembahan berupa 21 jenis kue - kue tradisional, Perapen dan pakaian Sultan, rombongan memasang bendera ( panji - panji ) berwarna kuning dengan lima rumbai di sebelah kiri dan bendera hijau bermotif atau gambar naga di sebelah kanan menuju rumah sultan, menemui Sultan Kutai Kartanegara Aji Muhammad Salehuddin II dikediamannya untuk meminta restu, dan Sultan pun memberi restu dengan menghambur beras kuning ke arah pelaksana itu.

Sultan juga menyerahkan pakaian sehari-harinya berupa selembar baju, sepotong celana panjang, kopiah untuk dibawa dan disertakan dalam itual menjamu benua. Setelah dilepas oleh sultan, rombongan yang terdiri dari beberapa Belian dan Dewa dengan diiringi tetabuhan alat musik tradisional bergerak maju ke tiga (3) titik di Kota Tenggarong yaitu Tanah Habang Mangkurawang yang disebut Kepala Benua, kemudian depan Museum Mulawarman yang disebut Tengah Benua, dan terakhir di sebelah hilir Jembatan Kutai Kartanegara disebut sebagai Buntut Benua.



 Ditiga lokasi Menjamu Benua disediakan semacam balai utama berbentuk kerucut dengan atasnya dasar segi empat yang terbuat dari bambu dan rangkaian janur kuning untuk menaruh sesajian. Pimpinan Belian ini kemudian membacakan Mantra-mantra sambil sesekali menghamburkan beras kuning kearah Balai Bambu yang berisi berbagai macam jajanan tradisional diantaranya ada kue cucur, pulut (ketan), bubur merah, telur rebus, ayam bakar dan aneka kue tradisional lainya




 Titi Bende Dan Beluluh Sultan


 Acara Ritual Adat Titi Bende, dengan menabuh Gong kecil yang di palu / pukul untuk mengumumkan Titah Sultan akan dilaksanakannya upacara adat Erau oleh Sultan yang dilakukan oleh pihak Kesultanan dengan memukul bende keliling kota tenggarong telah dilaksanakan pada sehari sebelumnya. Dan pada Hari ini telah berlangsung Beluluh Awal dilakukan di Kedaton Kutai kartanegara, yang hadir pada acara beluluh awal ini antara lain Sultan Kutai Kartanegara Putra Mahkota Adji Pangeran Adipati Praboe Soerya Adiningrat, Pejabat Pemkab Kukar serta Kerabat Kesultanan Kutai, Upacara adat Beluluh ini dimulai sejak pukul 10.00 s/d selesai, Dalam Upacara Ritual Beluluh yang dilakukan seorang Belian terhadap raja/sultan/putera mahkota yang berperan mengucapkan doa memohon kepada yang maha kuasa guna membersihkan diri dari unsur-unsur jahat, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud, maka akan diluluhkan di atas buluh/bambu dan sebagai pertanda dimulainya pelaksanaan Erau.


 Upacara Ritual Beluluh dilaksanakan pada permulaan sebelum Erau yang dilakukan setiap sore hari selama Erau berlangsung. Upacara Ritual Beluluh sendiri terdiri dari Beluluh Sultan, Beluluh Aji Begorok, dan Beluluh Aji Rangga Titi. Upacara diawali oleh Sultan / Raja / Putra Mahkota duduk sejenak di tilam Kasturi kemudian bangkit menuju Balai atau tempat duduk mirip kursi setinggi tiga tingkat yang dibuat dari bambu kuning bertiang 41 buah yang berada diatas tambak karang melalui Molo / guci kuningan yang berhias bunga / mayang kelapa dan mayang pinang yang terdapat di sebelah kiri dan kananan. Sesampainya di depan balai Sultan menaiki balai dan duduk di tingkat ketiga persis di bawah hiasan daun beringin dan di belakangnya terdapat Balai Persembahan, sedangkan sebelah kiri dan kanan di pagari oleh Pangkon Dalam 7 bini dan 7 laki dan belian serta di setiap sudut terdapat Penduduk. Demong mengatur dewa laki melaksanakan Memang dan Dewa Bini menghidupkan prapen. Sultan di tutupi Kirab Tuhing diatas kepala di bawah daun beringin oleh dua orang pembantu di sebelah kanan dan dua orang di sebelah kiri.


 Kirab Tuhing di balik sebanyak tiga kali dan di jatuhkan beras kuning kebelakang. Sejenak kemudian Dewa Laki dan Dewa Bini bangkit dari duduknya dan berdiri menghadap Sultan untuk memberi Tepong Tawar dengan air cindera mata dan air kembang di bagian telapak tangan kanan, kiri, lutut,kanan dan kiri dan betis kanan dan kiri dan di sekakan kemuka. Setelah itu baru turun dari balai untuk di sapukan mencari salah seorang petinggi setempat guna melaksanakan Ketikai Lepas, Sultan berdoa bersama sambil beristirahat, pembantu dewa bergeser berjalan duduk sambil membawa air bunga dalam wadah untuk tepong tawar sekalian yang hadir dan dalam prosesi ini di ruangan di mainkan musik gamelan salaseh atau marandowo.

 Apabila sultan telah melakukan Beluluh, maka Sultan tidak boleh menginjakan tanah atau Betuhing sampai berakhirnya perayaan erau yang ditandai dengan belimbur.








 Sosialisasi TDUP Dilaksanakan Di Kecamatan Muara Badak


 Kegiatan sosialisasi TDUP dilaksanakan di Kecamatan Muara Badak. Maksud dan tujuan kegiatan ini adalah untuk mensosialisasikan pelayanan perijinan secara elektronik sektor pariwisata, pedoman perijinan melalui sistem OSS dan standar laik hygiene untuk rumah makan dan restoran

 Dalam hal ini Dinas Pariwisata bekerja sama dengan DPMD-PTSP serta Dinas Kesehatan Kab. Kutai Kartanegara untuk melaksanakan Sosialisasi TDUP (Tanda Daftar Usaha Pariwisata).

 Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Sertifikasi Usaha Pariwisata. Standar Usaha Pariwisata adalah rumusan kualifikasi usaha pariwisata dan/atau klasifikasi usaha pariwisata yang mencakup aspek produk,pelayanan dan pengelolaan usaha pariwisata. Pentingnya Sertifikasi Usaha Pariwisata adalah proses pemberian sertifikat kepada usaha pariwisata untuk mendukung peningkatan mutu produk pariwisata, pelayanan dan pengelolaan usaha pariwisata melalui audit.


 Sertifikat Usaha Pariwisata adalah bukti tertulis yang diberikan oleh lembaga sertifikasi usaha pariwisata kepada usaha pariwisata yang telah memenuhi standar usaha pariwisata. Lembaga Sertifikasi Usaha Bidang Pariwisata yang selanjutnya disebut LSU Bidang Pariwisata, adalah lembaga mandiri yang berwenang melakukan sertifikasi usaha di bidang pariwisata sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


 Perayaan Grebeg Suro Dan Bersih Desa Bukit Pariaman


 Peringatan Perayaan Grebeg Suro dan Bersih Desa di Desa Bukit Pariaman Kec. Tenggarong Seberang berlangsung sangat meriah, acara yang berlangsung pada tanggal 31/08/2019 dengan tujuan dan dalam rangka memperingati Tahun Baru Islam 1 Muharram 1441 Hijriyah, warga di Desa Bukit Pariaman Kec. Tenggarong Seberang yg di dominasi oleh suku Jawa ini menggelar tradisi Mapak Suro atau Grebeg Suro. 



 Acara ini memang dinantikan oleh warga adalah rebutan tumpeng atau gunungan hasil bumi, jajanan pasar, buah dan sayuran, snack dan minuman instan yg dikemas rapi menyerupai tumpeng. Tahun ini dimeriahkan oleh partisipasi dr 35 RT sebanyak 38 tumpeng. Tumpeng - tumpeng ini diarak atau kirab keliling Dusun sejauh kurang lebih 2.5 km menuju lokasi acara.



 Untuk diketahui bahwa acara Acara ini sudah digelar sejak tahun 2016, dan telah menjadi agenda rutin tahunan yg termasuk ke dalam Kalender Event Pariwisata Kutai Kartanegara. Hadir sekaligus membuka acara ini Bupati Kutai Kartanegara Drs. Edi Damansyah. MSi., hadir pula Kepala Dinas Pariwisata Kab. Kutai Kartanegara Dra. Sri Wahyuni. MPP, Camat Tenggarong Seberang, Anggota DPRD Kab. Kutai Kartanegara, OPD, tokoh masyarakat, tokoh agama dan seluruh lapisan masyarakat.



 Kegiatan ini diharapkan mampu menyatukan segala lapisan masyarakat yg beragam suku, budaya, tradisi dan adat istiadat, sebagai bentuk rasa syukur atas melimpahnya hasil bumi yg telah Allah karuniakan. Kearifan lokal nusantara yg semoga akan terus berkembang dan tetap terpelihara di Bumi Kutai Kartanegara.


 Kunjungan Dinas Pariwisata Klungkung Bali


 Dinas Pariwisata Kab Kutai Kartanegara mendapat kunjungan dari Dinas Pariwisata Kab Klungkung Bali. Sambutan hangat langsung di berikan dari Dinas Pariwisata kab Kutai Kartanegara, dengan langsung menyambut para tamu di ruang serbaguna Dinas Pariwisata dengan mengumpulakan seluruh pejabat dari Dinas Pariwisata Kab Kuakr untuk berkumpul menjamu para tamu tersebut.



 Rapat internal pun berlangsung yang di pimpin langsung oleh Kepala Dinas Pariwisata Kab Kukar, Dra. Sri Wahyuni. MPP., Untuk menyampaikan tentang kepariwisataan Kukar kepada Dinas Pariwisata Kab Klungkung Bali.  Dalam pemaparannya beliau menjelaskan tempat – tempat wisata yang berada di Kab Kukar, dari jumlah kunjungannya hingga pengelolaannya sampai dengan cara retribusi yang diterima. 



 Beliau juga menambahkan pentingnya Pokdarwis untuk pengembangan suatu desa wisata dan saat ini yang sedang di gaungkan yaitu Sapta Pesona yaitu mencakup Keamanan, Ketertiban, Kebersihan, Kesejukan, Keimdahan, Keramah tamahan, dan Kenangan. 



 Adapun tanggapan dari Dispar Kab Klungkung Bali mengenai Kab Kutai Kartanegara, saat datang kotanya sangat bersih, begitu kami memasuki dari wilayah samarinda sampai ke Kukar, jalannya bersih, yang terlihat hanya sampah organic, namun untuk sampah pelastik hamper tidak ada terlihat di sepanjang jalan, mungkin ini menandakan bahwa masyarakat di Kukar ini benar – benar sudah mulai sadar akan arti kebersihan dan bahayanya sampah pelastik. Dan dasar kami ingin berkunjung kesini ialah mungkin aka nada pertanyaan dari Bali kenapa berkunjung Ke Kukukar, Bali yang memiliki destinasi wisata dan kunjungan yang begitu pesat. Memang secara global provensi Bali memiliki kunjungan wisata yang sangat banyak. Tapi ketika menuju Kabupaten Klungkung pasti akan membayangkan tempat wisatanya dan kunjungannya akan sehebat Bali. Untuk Kab Klungkung Dinas Pariwisatanya baru berpisah dengan kebudayaan baru dua tahun yang lalu dan untuk penataan serta pengembangannya pun kami mulai bergeliat baru dua tahun terakhir ini, sehingga yang saat ini kami promokan ialah kawasan wisata Nusa Belida dan Nusa Lembongan.